Perbandingan Antara Penegakan Hak Asasi Manusia Yang Ada Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia

Perbandingan Antara Penegakan Hak Asasi Manusia Yang Ada Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia

09/09/2021 Off By adminnhri

nhri – Seperti yang sudah kita tahu kalau hak asasi manusia ataupun HAM ialah hak dasar yang sudah dipunyai orang dari orang itu lahir serta hak itu tidak bisa didapat dengan cara menuntut oleh orang lain. Oleh karena itu, untuk menjamin orang memperoleh hak itu serta supaya tidak didapat dengan cara menuntut, hingga negeri wajib turut berperan dalam penjaminan hak asasi orang pada masing- masing orang( Hidayat, 2016). Salah satu fakta dari terdapatnya kedudukan negara dalam penjaminan hak asasi orang merupakan dengan terdapatnya Keterangan Umum Hak Asasi Orang yang diproklamasikan di dalam Konferensi Biasa Perserikatan Bangsa- Bangsa di Paris pada bertepatan pada 10 Desember 1948.

Perbandingan Antara Penegakan Hak Asasi Manusia Yang Ada Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia – Meski hak asasi sudah dipastikan oleh Keterangan Umum Hak Asasi Manusia, di sebagian negeri, tercantum Amerika Serikat serta Indonesia, sedang ada sebagian pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM sendiri ialah suatu aksi yang dicoba bagus dengan cara perorangan ataupun golongan, bagus yang dicoba dengan cara disengaja ataupun tidak disengaja, yang bermaksud buat kurangi, membatasi, ataupun menghalangi HAM perorangan ataupun golongan( Hidayat, 2016). Sebagian aksi pelanggaran HAM itu, ialah genosida, penewasan sekehendak hati di luar tetapan majelis hukum( arbitrary/ extra judicial killing), penganiayaan, penghilangan orang dengan cara menuntut, penghilangan nyawa dengan cara menuntut, perbudakan, serta pembedaan.

Perbandingan Antara Penegakan Hak Asasi Manusia Yang Ada Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia

Perbandingan Antara Penegakan Hak Asasi Manusia Yang Ada Di Amerika Serikat Dengan Di Indonesia

Dikala ini, bagus di Indonesia ataupun di Amerika Serikat ada banyak pelanggaran permasalahan HAM, tetapi yang sedang fresh di dalam ingatan kita ialah permasalahan penembakan 6 orang badan Front Pemelihara Islam( FPI) ang ada di Indonesia serta penembakan Breonna Taylor di Amerika Serikat.

– Kasus penembaka terhadap 6 anggota dari FPI
Permasalahan penembakan yang membunuh 6 orang personel FPI yang ialah ajudan Habib Rizieq pada bertepatan pada 07 Desember 2020 berasal pada dikala petugas penegak hukum( polisi) ditugaskan buat melaksanakan pengintaian kepada Habib Rizieq yang pada dikala itu lagi mengarah ke tempat pengajian keluarga, tetapi pengintaian itu kedapatan oleh para ajudan Habib Rizieq. Pengintaian yang dicoba oleh petugas penegak hukum itu kandas diakibatkan sebab mobil detektif dengan abai masuk ke kaum mobil Habib Rizieq, setelah itu di dekat Jalur Global Karawang Barat sampai tol Jakarta- Cikampek Kilometer 50 terjalin kelakuan silih kejar- mengejar, tempel- menempel, serta terdapatnya kontak bertembakan antara mobil FPI dengan mobil detektif sampai pada kesimpulannya di Kilometer 50 tol Jakarta- Cikampek kelakuan itu selesai serta 2 orang badan FPI berpulang. Di Kilometer 50 pula, petugas penegak hukum setelah itu mengutip rekaman Kamera pengaman di salah satu kedai, menginstruksikan masyarakat buat menghilangkan serta mengecek telepon kepal masyarakat dekat yang memandang, dan memberitahukan pada masyarakat kalau kelakuan itu ialah permasalahan narkoba serta terorisme( Noroyono, 2020; Briantika, 2020).

Sebaliknya tewasnya 4 badan FPI yang lain terjalin pada dikala di Kilometer 50 mengarah Polda Metro Berhasil( Noroyono, 2020; BBC Indonesia, 2020). Pada dikala itu, polisi membagikan statment kalau 4 badan FPI yang tertinggal berupaya melawan polisi dengan metode mencekik serta meregang senjata punya polisi, di bagian lain perwakilan FPI membagikan statment kalau para badan FPI tidak sempat dibekali senjata api serta lebih terbiasa dengan tangan kosong.

Sebulan sudah lalu sehabis insiden penembakan 6 badan FPI oleh polisi, tetapi insiden itu belum menciptakan titik jelas. Perihal ini diakibatkan sebab bagus pihak Polri ataupun Komnas HAM sedang melaksanakan reka ulang atas insiden itu, mencari serta mengakulasi bukti- bukti yang lumayan kokoh, dan memanggil saksi pada dikala peristiwa itu berjalan, bagus dari pihak polisi ataupun FPI.

Sehabis terbentuknya insiden penembakan atas 6 badan FPI, Kepala negara Joko Widodo membagikan statment atas insiden itu, ialah kalau petugas mempunyai peranan buat melempangkan hukum dengan cara seimbang serta jelas( BBC Indonesia, 2020). Tidak bisa terdapat badan warga yang semena- mena melanggar hukum serta mudarat warga, oleh karena itu petugas hukum tidak bisa gentar serta mundur sedikitpun dalam melaksanakan penegakkan hukum. Di dalam melaksanakan tugasnya, petugas hukum harus menjajaki ketentuan, harus mencegah hak asasi orang, serta memakai kewenangannya dengan cara alami serta terukur, alhasil, bila ada perbandingan opini Mengenai cara penegakkan hukum, pihak terpaut bisa memakai metode hukum yang terdapat, ialah lewat cara peradilan. Bila membutuhkan keikutsertaan badan bebas, warga bisa melapor pada Komnas HAM.

– Kasus penembakan terhadap Breonna Taylor
Breonna Taylor, semacam yang telah dituturkan tadinya, ialah seseorang wanita Afrika- Amerika yang berawal dari Louisville, Amerika Serikat. Kematian Breonna terjalin pada tengah malam bertepatan pada 13 Maret 2020. Penembakan itu terjalin diakibatkan sebab pada dikala itu polisi Louisville memforsir masuk ke dalam kondominium, dengan metode menerobos persendian pintu kondominium. Peristiwa yang terjalin berikutnya merupakan terdapatnya tembak- menembak serta kekerasan, ialah Kenneth Walker pacar Breonna yang beranggapan kalau yang memforsir masuk merupakan mantan Breonna yang seseorang bos narkoba, karena pada dikala Walker serta Breonna bertanya siapa yang mengetuk, tidak terdapat balasan dari siapapun–dengan polisi bernama Jonathan Mattingly, setelah itu Breonna memperoleh bogem mentah sebesar 5 kali dari polisi, dan terdapatnya deretan tembakan yang membabi tunanetra ke dalam kondominium yang dicoba oleh polisi Louisville, 2 di antara lain bernama Brett Hankinson serta Cosgrove. Berikutnya, sehabis penembakan itu terjalin, pada bertepatan pada 23 Juni 2020 Unit Kepolisian Metro Louisville menghasilkan pesan penghentian kewajiban pada Hankinson, serta setelah itu Hankinson menyambut cema atas kekeliruan yang diperbuat pada bulan September. sebaliknya Intel Cosgrove–salah satu penembak Breonna–dan Intel Joshua Jaynes, yang menghasilkan pesan perintah penggeledahan–menerima pesan pemberhentian pada akhir Desember 2020, serta sudah dengan cara sah dibebas tugaskan pada 5 Januari 2021.

Sehabis terdapatnya insiden penembakan itu, setelah itu mendesak warga Amerika Serikat buat berdemonstrasi dengan cara megah yang berjalan sepanjang masa semi sampai masa panas di tahun 2020. Unjuk rasa yang terjalin bukan cuma diakibatkan sebab sudah terjalin penembakan kepada orang yang lemas serta tidak bersalah, namun pula tidak terdapatnya kesamarataan pada Breonna Taylor, karena ketiga polisi itu tidak diklaim bersalah dalam penembakan Breonna Taylor serta cuma diadili bersumber pada mengusik keamanan, kenyamanan, serta mematikan area saja. Unjuk rasa itu setelah itu dikenal dengan aksi Black Lives Matter.

Di bagian lain, dengan terdapatnya aksi Black Lives Matter itu, pihak Kepolisian Louisville dengan cara sah mencegah pemakaian pesan perintah buat tidak mengetuk, yang membolehkan polisi masuk dengan cara menuntut ke rumah orang buat menggeledah mereka tanpa peringatan. Meski begitu, penindakan permasalahan Breonna Taylor terkategori lelet bila dibanding dengan permasalahan penewasan George Floyd oleh polisi di Minneapolis di bulan yang serupa. Perihal ini teruji dengan keluarga Breonna Taylor yang berbulan- bulan berharap kesamarataan serta memforsir buat menuntut kejahatan kepada Intel Cosgrove serta Intel Jaynes.

Sehabis terbentuknya insiden penembakan terhadap Breonna Taylor, Kepala negara Donald Trump cuma membagikan pujian kepada Beskal Agung Daniel Cameron atas permasalahan Breonna Taylor setelah badan hakim menggugat satu aparat yang menembak Breonna, ialah Brett Hankinson, dengan cema mengusik keamanan, kenyamanan, serta mematikan area, bukan dengan cema penghilangan nyawa Breonna Taylor. Tetapi Kepala negara Donald Trump tak merespons dengan bagus pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan kesamarataan yang sepatutnya diperoleh lebih oleh Breonna Taylor.

Baca Juga : Amerika Serikat dan Perjanjian Hak Asasi Manusia

– Pelanggaran terhadap HAM serta Lemahnya atas penegakan terhadap HAM
Dari kedua insiden penembakan itu bisa diamati kalau penembakan yang terjalin ialah suatu pelanggaran HAM. Perihal ini diakibatkan sebab polisi yang terlibat–baik di dalam insiden penembakkan 6 badan FPI di Indonesia ataupun penembakkan Breonna Taylor di Amerika Serikat–dengan dengan cara terencana menembakkan senjata api mereka buat mengutip hak hidup keenam badan FPI itu serta pula hak hidup Breonna Taylor. Di bagian lain, kedua insiden itu ialah penyalahgunaan senjata api oleh petugas penegak hukum–dalam perihal ini polisi–seperti yang dituturkan di dalam akta Aliansi Bangsa- Bangsa hal Ketentuan Dasar Pemakaian Daya serta Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa- Bangsa Kedelapan mengenai Penangkalan Kesalahan serta Perlakuan kepada Pelanggar di Havana, Kuba pada bertepatan pada 27 Agustus sampai 7 September 1990.

Meski sudah diatur oleh Aliansi Bangsa- Bangsa serta ketentuan itu sudah diadopsi oleh Indonesia serta Amerika Serikat, penembakan yang dicoba oleh petugas penegak hukum–dalam perihal ini polisi–masih senantiasa saja dicoba. Dengan tutur lain, Indonesia serta Amerika Serikat sedang belum bisa menjamin HAM, paling utama hak buat hidup. Di bagian lain, penegakkan HAM Indonesia serta Amerika Serikat sedang lelet, perihal ini bisa nampak dengan lambatnya cara pengumpulan fakta serta majelis hukum untuk penembak.